Jurnal Buncek #15, Kepompong 3: Tidak Mendebat

Pekan ini termasuk pekan yang membuatku bersemangat. Selama 10 hari lamanya aku hanya akan berdua dengan suami pergi keluar kota. Artinya, ini waktu yang tepat untuk menguji puasaku di tingkatan berikutnya. Kalau pekan sebelumnya, masih bercampur praktik berkata baik atau diam kepada suami, anak-anak, maupun orang lain, maka kali ini benar-benar fokus kepada suami. Mau gak mau, karena memang cuma ada suami di sisi. He-he-he.

Indikatornya masih sama, ya. Cuma kali ini difokuskan pada suami saja. Utamanya adalah pada perilaku tidak mendebat atau menggerutu ketika suami bicara. Duh, sebagai istri perilaku satu ini tuh sebenarnya buruk sekali, ya. Namun, sering sekali dilakukan apalagi kalau merasa ucapan suami tidak sejalan dengan yang kita pikirkan atau kenyataan yang dirasakan.

  • EXCELLENT (4): ketika selama satu hari tidak mendebat/menggerutu suami sama sekali.
  • VERY GOOD (3): ketika selama satu hari ada 1-2 kali mendebat/menggerutu kepada suami.
  • SATISFACTORY (2): ketika selama satu hari ada setidaknya 3-5 kali mendebat/menggerutu kepada suami.
  • NEED IMPROVEMENT (1): ketika selama satu hari ada lebih dari 5 kali mendebat/menggerutu kepada suami.

Ujian kali ini benar-benar menantang. Selama ini kami tidak pernah bersama berdua saja lebih dari dua hari setelah anak-anak lahir. Bisa dibilang perjalanan ini adalah perjalanan pertama kami hanya berdua saja. Iya, berdua saja, seperti orang bulan madu. Sebelumnya, kami belum pernah bulan madu yang memang berdua doang, he-he-he.

Maka, ini adalah kesempatan untuk menguji seberapa baik kami saling memahami satu sama lain. Terutama kali ini adalah mengurangi perilaku mendebat ini, he-he-he. Sebagai perempuan yang memang suka bicara, mendebat seperti hal biasa. Namun, aku sendiri sudah sering mendapat sinyal merah ketika suami merasa tidak senang atas perilaku satu ini. Sudah lama juga belajar untuk mengurangi perilaku mendebat ini biar suami merasa nyaman.

Jadi, ini adalah kesempatan baik untuk berusaha lagi menahan diri hanya berkata baik kepada suami. Bukankah bagaimanapun rida suami adalah rida Allah. Jangan sampai karena satu perilaku ini, membuat suami tidak rida kepada diri ini. Lalu, bagaimana hasilnya?

Sebenarnya secara umum perjalanan kami aman-aman saja. Tidak ada perseteruan yang berarti. Kadang-kadang masih ada sedikit usaha untuk mendebat, tetapi akhirnya diurungkan setelah sekali melakukannya. Menyadari lagi, bahwa mendebat bukan perilaku yang penting untuk dilakukan saat itu. Apalagi posisi sedang di tanah haram, duh, rasanya ngeri memikirkan kalau kata-kata buruk malah terjadi saat itu.

Hanya ada satu hari yang tidak cukup sukses. Ada banyak hal yang menyebabkan hari itu membuat puasaku tidaklah sempurna. Namun, semua berusaha distop tidak lebih dari tiga kali mendebat suami. Berusaha kembali mencerna kata-kata suami, sehingga jalan pikiran kembali lurus dan baik-baik saja.

Dari hasil puasa ini, kembali menyadari bahwa jangan-jangan selama ini ada saja hal tidak baik terjadi karena aku masih belum mendapatkan rida sepenuhnya dari suami. Atas perilaku otomatis yang kadang menyakiti hatinya. Jadi, usaha kali ini adalah usaha untuk itu, mendapatkan rida suami.

Terlihat sepele, bahkan kadang kita merasa benar atas perilaku kita. Namun, pernahkah terpikir suami belum tentu suka dengan perilaku kita. Terkadang aku berpikir, iya, sih menurut kita benar, kita memberi penjelasan, kita memberi keterangan, tapi untuk saat itu, bisakah kita cukup hanya berkata “Ya” agar hati suami menjadi tenang. Karena selalu ada alasan atas larangannya, perintahnya, atau sikapnya kepada kita. Semua adalah demi kita tidak terjebak dalam hal-hal buruk yang bisa saja terjadi karena tindakan kita.

Cukup katakan “Ya” dahulu, baru ketika nanti sudah lebih tenang, kita tenang, dia pun tidak khawatir, kita diskusikan bersama jalan keluarnya. Berikan alasan-alasan yang mendasari perilaku, lalu temukan solusinya.

Menciptakan situasi yang baik untuk suami maupun istri juga adalah tugas penting, agar kita bisa berkomunikasi dengan lebih baik lagi, saling memahami dengan lebih baik lagi. Semoga ke depannya semakin bisa istiqomah untuk menjalankan puasa satu ini. Berkata baik saja, tidak mendebat, atau lebih baik diam daripada memancing keributan dan suami tidak rida atas diri kita.

Sedikit surat untuk Buddy-ku pekan ini. Tetap bersemangat sampai pekan terakhir, sampai bertemu di garis finish.

Leave a comment