Ramadhan, Proses Hijrah Tanpa Henti

Bagaimana perjalanan Ramadanmu tahun ini? Adakah yang istimewa?

Sudah memasuki sepuluh hari Ramadan tahun 1443 H, tidak terasa sekali, ya. Semoga kita bisa memaksimalkan ibadah dan kebaikan di sisa 10 hari terakhir ini agar bulan Ramadan kali ini tidak terlewati dengan sia-sia.

Buatku bulan Ramadan kali ini penuh dengan kejutan. Awalnya masih belum punya rencana akan menghabiskan Ramadan dengan cara seperti apa. Hanya terpikir akan mengisinya dengan target-target biasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, tak lengkap rasanya jika Ramadan hanya dihabiskan dengan capaian-capaian biasa. Rasanya sia-sia jikalau Ramadan tidak dihabiskan dengan cara istimewa pula.

Salah satu hal yang membuat Ramadan kali ini istimewa adalah cerita Ramadanku menjadi salah satu yang terpilih masuk dalam buku kumpulan cerita/antologi yang diadakan oleh Biliknulis. Kali ini bukan sebuah kelas, melainkan sayembara mengumpulkan tulisan. Alhamdulillah, terpilih menjadi tulisan terbaik.

Dalam antologi ini aku berkisah tentang momen Ramadan yang selalu menjadi jalanku untuk mendapatkan makna baru tentang Islam. Setelah direnungi ada banyak momen dalam Ramadan yang makin membuatku terpukau akan keindahan Islam. Mulai dari mendapatkan kebahagiaan dari mendengarkan imam menggunakan ayat-ayat panjang sepanjang salat tarawih, sampai merasakan kerinduan agar bisa merasakan puasa penuh tanpa gangguan apa pun.

Aku sendiri merasa terlambat merasakan keindahan Ramadan yang sesungguhnya ini. Baru sejak usia 16 tahun aku benar-benar merasakan makna puasa yang merasuk ke sanubari. Merasakan bahwa Ramadan itu bukan tentang menghabiskan waktu dengan makan banyak setelah berbuka puasa atau menghabiskan waktu dengan banyak berbuka puasa di luar rumah.

Ramadan adalah tentang menyadari sensasi tubuh dengan sesungguhnya. Selama ini seberapa banyak makanan yang masuk ke dalam tubuh, jenisnya seperti apa, dan bagaimana tubuh bereaksi atas itu semua.

Begitu pula dengan ibadah, selama ini kita merasakan kesulitan untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Ternyata saat bulan puasa masih juga kesulitan, artinya kita yang telah melenakan diri untuk membiarkan diri tidak giat dalam beribadah. Rasanya begitu iri dengan orang-orang yang bisa beribadah sekencang-kencangnya di bulan Ramadan ini. Sebaliknya, diri ini masih terseok-seok, huh, menyedihkan.

Ramadan, Penuh Hadiah dari Allah

Saya jadi teringat pertama kali mendapatkan hadiah istimewa di bulan Ramadan. Hari itu di usia tepat 12 tahun, Allah memberikan hadiah kedewasaan pada diriku. Sebuah hadiah istimewa sebagai seorang perempuan, menjadi titik awal bahwa sebenarnya Allah memberi banyak keindahan dalam Ramadanku.

Setelahnya hadiah-hadiah lain bertaburan yang membimbingku dalam jalan hijrah ini. Meskipun tetap saja ada hal-hal tidak menyenangkan terjadi di beberapa Ramadan, tetap saja ternyata Allah telah berikan banyak hadiah untukku di bulan suci ini. Aku saja yang kadang tidak menyadari, hadiah besar yang Allah siapkan andaikan aku menyadarinya dengan lebih cepat.

Begitu pula tahun ini, Allah beri hadiah luar biasa kepadaku. Allah berikan kesempatan memenuhi panggilan-Nya ke tanah haram. Bukan sendirian, tetapi berdua dengan suami. Sebuah peristiwa singkat yang membuatku kembali memaknai betapa banyak yang patut disyukuri karena Allah kasih banyak hadiah di bulan Ramadan ini.

Hadiah ini adalah sebuah impian. Dari seorang istri yang memimpikan bisa berangkat ke tanah haram bersama suaminya. Ternyata Allah kabulkan tidak lama. Allah kabulkan di tahun ini, di waktu aku sedang merasa sedang berada di titik yang penuh kebingungan. Atas beberapa permasalahan kehidupan yang tak bisa kutemukan jawabannya dengan mudah. Maka, aku berharap bisa memanjatkan doa langsung di hadapan-Nya di tanah haram, dan semua itu terkabul.

Semua prosesnya berlangsung cepat. Mungkin begitulah cara Allah bekerja. Jika memang sudah menjadi jalannya, Ia lancarkan semua prosesnya hingga tiba di sana. Namun, hal tersulit tentu saja bagaimana menjaga agar proses ibadah satu ini tidak mendapatkan banyak perhatian dari orang lain. Meminimalisir kemungkinan munculnya rasa ujub yang bisa menghancurkan ibadah itu secara keseluruhan.

Selama 9 hari perjalanan ini aku memaknai ulang tentang arti ujian, pernikahan, dan peran pribadi di dunia ini. Bagaimana ternyata selama ini hidup begitu dilenakan oleh hawa nafsu yang tak hentinya membumbui kehidupan. Membuat lupa akan arti menjadi manusia sesungguhnya.

Bagiku ini hadiah yang begitu istimewa. Hadiah yang sejauh ini paling indah dibanding hadiah apapun. Benar-benar membuat Ramadan sebagai bulan penuh berkah.

Ya Allah semoga sisa Ramadan tahun ini bisa dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya. Penuh keberkahan, sebagaimana Engkau memberikan hadiah yang tak tergantikan. Semoga Engkau menerima semua amal ibadah kami di sepanjang Ramadan ini.

Semoga kami bisa kembali ke tanah haram-Mu, suatu hari nanti. Bersama semua cinta yang kami miliki untuk-Mu.