Perempuan, Antara Peran dan Kemerdekaan

Terlahir sebagai perempuan, kita dituntut untuk mengisi banyak peran dalam kehidupan. Sebagai anak, istri, ibu, dan bagian dari masyarakat, semua mendesak kita agar menunjukkan peran yang mendukung sosok lain untuk bersinar cemerlang. Namun, di balik semua peran itu, sudahkah perempuan menjadi seseorang yang merdeka?

Karakteristik dasar perempuan sebagai pribadi yang mengasihi, menyayangi, melindungi, dan memperhatikan banyak hal, membuat dirinya dianggap memiliki peran yang memuliakan banyak peran lain. Sebagai anak perempuan yang menjaga kehormatan orang tuanya, istri yang mendampingi suaminya, dan ibu yang melindungi serta mengasihi anak-anaknya. 

Di sisi lain, perannya yang banyak ini justru membuat kehadirannya tidak dimuliakan. Entah sejak kapan peran yang penting dalam menunjang kehidupan banyak orang ini menjadi terpinggirkan. Dianggap sebuah kewajaran dan keharusan semata. Bukan sebuah penghargaan yang selayaknya didapatkan karena hanya dianggap sebagai pelengkap bersinarnya orang lain di sekitarnya. 

Kalau kita mempelajari tentang riwayat kelahiran Rasulullah saw, maka kita akan mendapati pada masa sebelum kelahirannya, dunia dipenuhi dengan kekelaman. Salah satunya adalah kehadiran anak perempuan yang seakan tidak diharapkan. Apabila seorang anak perempuan lahir, maka ia akan dibunuh dengan dikubur hidup-hidup. 

Mengapa bisa demikian? Padahal jika kita memahami secara baik peran dari seorang perempuan, lahirnya keturunan sepenuhnya bisa dilakukan jika ada perempuan di dunia ini. Sebagaimana Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, maka peranan ini tidak bisa tergantikan oleh apapun. 

Apalagi kemajuan teknologi menunjukkan, penentu jenis kelamin seorang anak bukan terletak pada perempuan, melainkan laki-laki. Maka, masihkah menyalahkan perempuan atas lahirnya bayi perempuan di keturunan kita?

Terpinggirkannya peran perempuan ini membuat makin banyak usaha yang dilakukan oleh banyak pihak untuk mengembalikan martabat perempuan sebagaimana seharusnya. Setara dipandang harkat dan martabatnya, bahwa perempuan adalah sosok merdeka yang memiliki kehendak, keinginan, dan penghargaan yang layak atas jerih payahnya.

Perempuan dan Kemerdekaan Pikiran 

Kemerdekaan pikiran bukan berarti mereka bebas berpikir apa saja. Melainkan adanya hak perempuan mendapatkan ilmu pengetahuan yang layak untuk mereka salurkan kepada anak-anak mereka kelak. Sebab, di pundak mereka akan berdiri pemimpin-pemimpin masa depan. Setidaknya, menambah ilmu agama agar anak-anak mereka memiliki landasan agama yang kuat untuk bertahan hidup di dunia.

Pikiran yang bebas dari belenggu artinya memiliki hak untuk menungkapkan pendapat. Bukan hanya diam seribu bahasa saat diperlakukan secara tidak adil. Bahkan diredam sejuta kata, saat memang diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Memiliki hak bersuara atas diri sendiri. Contohnya saja, saat seorang perempuan dilamar, ada hak bagi dirinya untuk menerima atau menolak. 

Tak sedikit pula yang terjebak dalam arus “keharusan” yang diciptakan lingkungan. Menambah beban yang bukan hanya sekedar peran. Sempurna, menjadi kata yang terpatri, membuat perempuan muda menjadi jatuh dan terpuruk.

Maka, mulai dengan membebaskan pikiranmu terlebih dahulu. Bangun sudut pandang baru agar semua bisa dilihat dengan kaca mata berbeda. Bahwa kita perempuan memiliki martabat yang sama tingkatnya dengan laki-laki. Kita, perempuan merdeka sejak dari pikiran kita sendiri. 

Perempuan dan Kemerdekaan Martabat

Tak sedikit kita melihat kasus-kasus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Sebab utamanya bukan karena pertengkaran suami-istri biasa, melainkan adanya ketimpangan penghargaan atas martabat yang dimiliki oleh suami dan istri. Istri dianggap tak berdaya dan tak berarti karena perannya yang terlihat kecil.

Padahal kalau mau ditelisik, bukankah tanpa sang istri, suami tak bisa berbuat apapun. Sayang, seberapa berat pun pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan istri, terkadang masih tidak dianggap bekerja. Seakan bekerja hanyalah suatu kegiatan untuk menghasilkan uang semata. 

Memerdekakan martabat bukanlah hal mudah. Ini menuntut adanya kerjasama untuk mengubah sudut pandang bukan hanya dari seorang perempuan saja, tetapi juga orang-orang di sekitar mereka. Orang yang mampu menghargai kembali peran seorang perempuan, dan mengembalikan martabatnya. 

Oleh karena itu, mulailah bergerak untuk memerdekakan diri. Sebagai perempuan yang punya kebebasan dalam bertindak, berargumentasi, menyuarakan kegelisahannya. Menjadi perempuan yang martabatnya merdeka, bukan terinjak oleh orang lain yang menganggapnya rendah. 

Sebab menjadi perempuan adalah merdeka. Karena kita punya nilai yang sama di mata Tuhan sejak lahir hingga sekarang.