Apa rasanya jika melihat meja berantakan, kamar berantakan, rumah berantakan?
Bagi sebagian orang itu rasanya menggemaskan sekali, membuat tidak nyaman dan bisa bikin cepat marah. Sebaliknya, sebagian yang lain merasa tidak masalah dan malah nyaman dengan semua ketidakteraturan itu.
Itu kalau kita bicara tentang apa yang terlihat di depan mata kita. Bagaimana perilaku kita membuat apa yang ada di sekitar kita tampak well-organized atau tidak. Nah, bagaimana dengan isi pikiran kita?
Otak kita setiap hari akan menangkan jutaan informasi bahkan di setiap detiknya. Bagaimana otak yang tampaknya kecil ini bisa mengorganisasi itu semua? Jawabannya ada pada: otak kita memang pintar. Orang yang kita nilai bodoh pun sebenarnya memiliki otak yang “pintar” untuk dirinya sendiri.
Coba sesekali kita intip apa yang terjadi dalam proses berpikir kita. Ilmu psikologi kognitif mencoba menemukenali tentang hal ini. Bagaimana kognitif kita memproses setiap stimulus yang masuk ke indera kita, terutama mata. Sebagian besar kita memperoleh asupan informasi dari penglihatan kita, maka penelitian mengenai hal ini pun banyak dikaitkan dengan mata.
Cukup banyak teori yang membahas mengenai pemrosesan informasi dalam kepala kita. Mulai dari saat informasi masuk sampai bagaimana kita menerjemahkan informasi itu. Sebuah proses yang kalau dijabarkan akan melibatkan apa yang bernama sensasi, persepsi, atensi, dan memori.
Sederhananya empat hal itu, tetapi kalau dijabarkan bukunya bisa mencapai 1000 halaman ukuran A4. Tertarik? Silahkan cari buku dengan judul Psikologi Kognitif karya Sternberg yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Namun, saran saya tetap harus baca versi Bahasa Inggrisnya agar lebih paham.
Sulitnya penelitian mengenai kognitif manusia ini membuat penelitian dengan tema ini cukup jarang ditemukan di Indonesia. Baru beberapa tahun belakangan, dengan semakin bertambahnya teknologi pemindai otak yang masuk ke Indonesia, semua orang berlomba-lomba meneliti tentang hal ini.
Bahkan ini menjadi terobosan penelitian lintas disiplin, yaitu kedokteran, psikologi, dan teknologi informasi. Ini bisa menjadi langkah awal kalau memang tak akan pernah ada yang namanya eksklusivitas profesi. Semua profesi saling berhubungan dan dapat saling bekerja sama untuk menjawab sebuah permasalahan.
Ok, bagaimana sebenarnya kita memproses informasi. Saya akan pangkas membahas langsung pada apa yang terjadi di dalam kognitif kita saat informasi itu datang. Beragam hipotesis dikemukakan untuk menjawab tentang ini. Satu yang paling saya ingat bahwa sebenarnya informasi yang ada di dalam otak kita itu saling terkoneksi satu sama lain.
Jadi, ketika kita misalnya melihat es krim di kejauhan, kita bisa saja membayangkan bentuk-bentuk es krim, banyaknya rasa es krim yang ada, pengalaman makan es krim pertama kita, mantan yang pertama kali membelikan kita es krim, dsb. Kita bisa mengingatnya di saat bersamaan karena semua informasi itu terhubung menjadi satu. Bisa kita sebut itu sebagai teori jejaring. Jadi, saat satu informasi terstimulus maka informasi lain yang terhubung dengannya akan ikut kita ingat dan kita proses.
Teori yang lain adalah kita memiliki kompartemen-kompartemen dalam pikiran kita. Dari hal yang paling umum ke hal yang khusus. Jadi, kita memberi nama pada setiap kompartemen itu berupa kategori-kategori mengenai informasi yang kita simpan. Masih tentang es krim tadi, kita seperti membuat diagram mulai dari hal umum apa saja mengenai eskrim, yaitu bentuk, rasa, dan tempat belinya. Di bawah masing-masing kategori ini baru kita bagi kembali ke beragam informasi yang pernah kita dapatkan untuk masuk ke dalam kategori itu. Kalau ada informasi baru maka kita akan memasukkannya ke dalam kategori yang ada.
Teori ini yang dipakai dalam NLP. Bahwa ketika kita membahasakan sesuatu selalu ada bagian umum ke khususnya. Ketika kita mencoba memberikan informasi maka gunakan informasi sedetail mungkin agar pemrosesan menjadi lebih mudah.
Jika dibayangkan maka tampaknya sungguh rumit sekali proses yang terjadi di dalam otak kita. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi jika isi otak kita amburadul seperti kamar yang berantakan? Bisa jadi kita membutuhkan waktu lama hanya untuk memahami sesuatu.
Tanpa kita sadari otak kita mengorganisasi pikirannya dengan caranya sendiri. Bagi yang sangat well-organized tak bisa dipungkiri sistem pengorganisasian di dalam otaknya sangatlah teratur. Seperti daftar yang ada di standar prosedur operasional jika kita melakukan sesuatu, tipe ini memiliki runtutan di dalam kepalanya seperti itu. Secara sistematis dan analitis, ia akan membuat kompartemen di dalam kepalanya dengan sangat rapi. Jadi, saat akan diambil tidak akan jatuh berceceran.
Antara Jenius dan Biasa Saja, Mana yang Lebih Teratur?
Lalu, bagaimana dengan tipe yang bertolak belakang? Bukan berarti sistem dalam kepalanya tidak terkategori. Hanya saja ia merekam semua informasi, menyimpannya dalam memori dengan caranya sendiri. Jelas berbeda dengan tipe sebelumnya. Makanya ketika kamarnya dibereskan, dia malah akan sebal dan marah. Sebab dia sudah memiliki pembagian sendiri di dalam kepalanya, yang bisa dibilang terorganisasi dengan caranya sendiri.
Bagaimana dengan orang yang memiliki kapasitas intelektual rendah?
Sebuah cerita menarik saya dapatkan dari teman saya. Ketika ia membimbing anak-anak magang ke sebuah tempat pendidikan untuk tuna netra, terjadi sebuah percakapan menarik. Kebetulan di tempat tersebut ada seorang tuna netra dengan kapasitas intelektual yang tak terlalu tinggi. Jika diajak bicara, lawan bicaranya sulit menangkap apa yang dia maksudkan. Ketika para mahasiswa magang ini berkomunikasi dengannya, mereka mengatakan tak ada masalah dengan komunikasinya. Mereka malah bingung mengapa orang lain menganggap si tuna netra ini aneh.
Saat itulah teman saya menyadari, sesama individu dengan kapasitas intelektual yang tidak terlalu tinggi memiliki cara pemrosesan informasi yang sama. Karena kebetulan memang mahasiswa yang magang itu semuanya memiliki kapasitas intelektual biasa-biasa saja atau bahkan agak kurang.
Di sisi lain, bagaimana dengan orang-orang yang dianggap jenius? Kembali pada bagaimana mereka merekam jejak-jejak informasi itu. Jika orang biasa menyelesaikan persoalan dengan lima langkah, maka individu dengan kapasitas intelektual jauh di atas rata-rata akan memangkas langkah yang tidak perlu atau membiat langkah baru sehingga langkah yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit.
Saya melihat ini pada teman-teman yang dulu ikut olimpiade matematika. Cara mereka menyelesaikan persoalan tidak dengan cara atau langkah matematis yang biasa diajarkan. Mereka lebih melalukan logika matematis yang akan bisa memperpendek cara langkah-langkah matematis yang memang diajarkan di sekolah.
Manajemen Rumah Tangga Ala Emak-Emak
Sebagai ibu rumah tangga, menjaga rumah agr tetap teratur dan rapi adalah bagian penting untuk menjaga kesehatan mental. Oleh karena itu, menjadi seorang yang well-organized amatlah penting. Jika tidak, apa yang bisa terjadi di rumah?
Setelah empat tahun menjadi ibu rumah tangga, sampai sekarang aku masih mencari pola. Rutinitas seperti apa yang membuatku bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga, tetap memperhatikan anak-anak, dan di saat bersamaan tetap mampu untuk berkiprah menggapai mimpi.
Sudah beberapa kali aku mencoba mengganti rutinitas itu. Biasanya selalu gagal setelah hampir satu minggu mencoba. Selalu saja ada hal yang merusak rencana yang sudah disusun atau mengganggu rutinitas itu.
Nah, kali ini aku sedang mencoba rangkaian habit baru dalam upaya untuk mengatur semua peran yang ada di rumah ini. Alhamdulillah sudah berjalan selama lima hari dan sejauh ini masih bisa dilakukan dengan cukup konsisten, walau ada beberapa kendala dalam pelaksanaannya.
Ada beberapa yang benar-benar aku sadari, yaitu membuat daftar kerja harian adalah sesuatu yang penting. Hal ini membuat kita tahu sesungguhnya setiap hari harusnya melakukan apa saja. Lebih baik lagi jika ditambahkan waktu pengerjaannya. Dengan demikian, jadi benar-benar tahu persisnya selama ini berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk itu.
Mulai hari ini aku pakai aplikasi timer di ponsel sebagai cara menghitung waktu yang dihabiskan untuk satu tugas. Jika sudah habis waktunya, langsung beralih ke tugas lainnya. Termasuk untuk istirahat juga diberi batasan waktu, sehingga tidak kebablasan.
Menjeda dengan istirahat juga penting untuk kembali memulihkan energi. Misalnya take a nap 15 menit atau hanya merebahkan badan 5 menit saja sudah cukup. Karena tetap saja kita butuh istirahat di tengah kerjaan ibu rumah tanggal yang 24 jam itu.
Oiya aku mulai melakukan ini selain untuk membentuk habit baru adalah sebagai bagian dari bentuk mengelola emosi. Seperti yang sempat aku singgung di awal tulisan ini, rumah dan pekerjaan rumah tangga yang berantakan hanya membuat emosi memuncak. Alih-alih beres, akhirnya banyak yang tidak dikerjakan.
Cara berikutnya adalah berusaha tidak lagi menunda. Duh, satu ini yang paling super susah. Rasa malas dan inginnya tidur saja itu selalu mengikuti. Namun, ketika aku mulai tidak menunda, misalnya urusan setrika saja, entah mengapa kerjaan satu ini terasa lebih mudah. Sebab, lama-kelamaan kerjaan setrikanya semakin sedikit. Bukannya itu enak?
Nah, yang belum dilakukan adalah mendata dan menghitung waktu untuk tugas dari peran lainnya. Harapannya ketika sudah dapat semua datanya aku bisa lebih mengatur semuanya dengan lebih baik. Bisa mengelola mana yang memang harus aku hentikan, mana yang harus aku teruskan.
Karena sesungguhnya aku sudah mulai merasa jenuh dan lelah dengan semua ini. Terlalu banyak yang aku kerjakan malah bikin pusing sendiri. Semoga setelah memanfaatkan sifat well-organized ku dulu, aku bisa kembali memperbaiki kualitas kehidupanku. Lalu, tentunya tidak lagi marah-marah karena semua tugas sudah aku selesaikan dengan sebaik-baiknya.
Anyway, silahkan dicoba sedikit tips ala emak-emak untuk mengelola hari dan kebiasaanmu.