Ketakwaan Kunci Kebahagiaan Kehidupan

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

QS An Nisa ayat 9

Setelah berkeluarga, rasa-rasanya selalu ada pertanyaan yang menggambarkan kekhawatiran. Apakah mampu bisa selalu membuat suami dan anak-anak tersenyum dalam menjalani keseharian? Apakah diri ini mampu menjadi orang tua yang diingat oleh anak?

Namun, yang paling membuat khawatir adalah apa yang bisa ditinggalkan untuk anak-anak di masa depan? Apa yang bisa membuat anak bertahan dengan baik di masa depan?

Apakah harta?

Apakah kedudukan?

Apakah ilmu?

Ternyata jawabannya ada di ayat ini. Sebuah ayat yang mengajarkan diri untuk kembali mengingat esensi utama memiliki keturunan. Mengapa kita memutuskan untuk memiliki anak, sedangkan ada begitu banyak kekhawatiran yang mendatangi saat anak itu hadir di tengah kita.

Hanya ketakwaan yang bisa kita tinggalkan untuk mereka. Bukan yang lain. Ketakwaan yang mengajarkan untuk terus berpegang di agama ini. Ketakwaan yang membuat mereka menjadi individu-individu kuat. Sosok yang selalu yakin bahwa apapun masalah yang dihadapi, kembali kepada Allah SWT beserta semua petunjuk-Nya adalah hal yang tepat.

Ketakwaan menjadi jawaban ketika kita berusaha menjadi individu yang baik. Ketakwaan pula yang membuat kita memilih pasangan yang baik, untuk membangun keluarga. Ketakwaan jualah yang membuat kita mampu untuk berinteraksi dengan baik kepada orang-orang di sekitar. Menjaga hubungan, bahkan bermanfaat kepada orang banyak hanya dengan satu hal: bertakwa kepada Allah SWT.

Takwa: Menguatkan Diri, Membahagiakan Hati

Iman adalah sesuatu yang mengokohkan kita untuk mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya. Namun, ketakwaan lah yang membuat kita terhindar dari perilaku-perilaku buruk, bahkan maksiat kepada-Nya. Karena dengan bertakwa kita mempercayai semua petunjuk-Nya itulah yang benar, sehingga melakukannya berarti kita yakin itulah satu-satunya jalan untuk menjadi individu yang lebih baik.

Ketakwaan membuat kita yakin, tak ada kejadian yang sia-sia dalam kehidupan. Bahkan dalam keseharian yang menurut kita teramat buruk, sehingga mampu membuat kita terpuruk.

Ketakwaan akan membimbing mana pilihan yang tepat karena itu mengantarkan kita pada jalan yang sesuai dengan petunjuk-Nya. Termasuk juga memilihkan perbuatan-perbuatan yang Ia ridai.

Ketakwaan menguatkan diri akan ada kebahagiaan setelah badai terjadi. Membuat mampu untuk bersabar hingga semua ujian berakhir, meskipun tubuh mungkin sudah babak belur.

Maka, ketika sekarang menjumpai banyak anak-anak yang lemah secara mental, pertanyaannya sejauh mana kita sudah mengajarkan ketakwaan itu kepada mereka?

Namun, sebelum sampai pada mengajarkan ketakwaaan, pertanyaannya harus dikembalikan kepada diri sendiri, sudahkah kita sungguh-sungguh bertakwa kepada-Nya?

Karena sungguh percuma kita meminta anak-anak untuk kuat menjalani kehidupan, padahal kita sendiri lemah dalam menghadapinya. Ketakwaan yang dimiliki tidak cukup untuk membuat diri ini menjaga ketentraman hati.

Kebahagiaan hanya sekadar mimpi karena kita tak mampu untuk menjaga hati agar terus merasa lapang dengan semua ketentuan-Nya. Jika demikian, apa yang butuh dilakukan?

Ada baiknya memang kita harus mengorek terlebih dahulu, hal apa yang membuat kita menjadi sulit untuk sepenuhnya bertakwa?

Apakah kita masih suka meragukan ketika keburukan hadir menimpa? Apakah masih ada sepercik kesombongan di hati, sehingga kita tak mampu menerima cahaya kebaikan itu dalam hati? Lebih buruknya lagi, apakah mungkin kita selama ini terlalu banyak mengandalkan logika dan kemampuan diri, sehingga ketika banyak hal terjadi di luar perkiraan, membuat kesulitan untuk menerimanya?

Sungguh, dengan ketakwaan mampu menjaga hati untuk tetap rendah karena tahu kehidupan ini bukan milik kita. Nyawa ini punya pemilik, sehingga sudah sepantasnya kita menggantungkan diri hanya pada sang pemilik.

Apalah daya kita ketika ada banyak bagian kehidupan ini yang berjalan di luar rencana. Padahal ketika itu memang terjadi, artinya itu menjadi bagian terbaik dari kehidupan. Apakah masih layak untuk mengeluh di atasnya?

Sesuai ayat di atas pula, Allah tidak menyuruh yang aneh-aneh agar menjadi individu yang kuat. Memiliki hati penuh kebaikan. Mampu lapang di beragam situasi, sehingga kebahagiaan akan datang menghampiri.

Jadi, seberapa bertakwakah dirimu pada semua perintah, larangan, dan ketentuan-Nya? Agar kamu bisa berkata kamu bahagia dengan hidupmu ini.