Menjadi Bahagia: The End of Bunda Cekatan #3

Akhirnya setelah hampir sebulan berlalu sejak selebrasi di Bunda Cekatan #3 aku bisa menulis jurnal penutup ini.

Rasanya campur aduk saat akhirnya tampil di IG Live Ibu Profesional Jakarta sebagai bagian dari selebrasi akhir Bunda Cekatan #3. Campur antara bingung, sedih, dan bahagia. Bingung karena tidak tahu secara pasti apa yang benar-benar didapatkan setelah semua perjuangan ini. Sedih karena waktu untuk eksplorasinya sudah habis. Bahagia karena di balik semua yang sudah terjadi Allah yang sudah menyampaikan aku di akhir ini.

Saat harus menentukan tema untuk IG Live pun sempat ragu. Sampai akhirnya memilih untuk mengambil peta belajar awal. Tujuan yang aku buat saat memutuskan memilih topik “Mengelola Emosi” sepanjang perjalanan Bunda Cekatan #3 ini. Tujuan agar aku merasa bahagia, begitu pula orang-orang di sekitarku. Itulah yang aku harapkan dapat dicapai setelah semua proses ini berakhir.

Tentunya proses ini belum selesai. Malah mungkin separuh perjalanan akhir di Bunda Cekatan #3 aku malah lebih banyak berkontemplasi tentang tujuan hidupku. Tentang kelelahan yang aku miliki akibat begitu banyak keinginan hadir, tetapi tidak diiringi kesediaan waktu. Berujung pada banyak melepas kegiatan, bahkan mungkin cenderung menutup diri. Bersembunyi dalam cangkang aman agar tak merasa terganggu.

Ini adalah ujian. Ketika yang lain mungkin harusnya menambah banyak kebaikan setelah tahapan Bunda Cekatan #3 ini, aku memilih menarik diri. Memperbaiki kehidupan dengan cara tak biasa. Memilah kembali apa tujuan hidup yang sebenarnya.

Meskipun tak lama sama dengan semangat di awal, aku tetap menemukan tujuan itu. Menjadikan diri bahagia dan orang lain bahagia. Walau tetap saja butuh waktu untuk mewujudkannya. Masih banyak PR yang harus dijalankan. Masih banyak perubahan yang harus dikerjakan. Semuanya butuh waktu dan konsistensi. Ditambah kegigihan untuk kembali menemukan jati diri.

Yap, bisa dibilang aku sempat kehilangan diri. Merasa bingung melangkah, ragu atas keputusan sendiri. Bahkan mungkin merasa malu terhadap aku yang dulu. Apakah ini pertanda aku mengalami kemajuan atau malah kemunduran?

Namun, di balik itu semua, aku sungguh berterima kasih atas kesempatan yang Allah beri. Masih diberi waktu untuk memperbaiki diri bahkan ada jalan-jalan tak terduga untuk mengembalikan hati yang sempat melenceng.

Well, setidaknya aku yang hari ini adalah landasan diriku di masa depan. Maka, sudah sepantasnya aku tuntaskan dahulu perjuanganku di hari ini baru mulai melangkah lagi dengan benar. Melepaskan hal-hal yang butuh dilepaskan, menarik langkah mundur sesaat, tetapi menjadi siap untuk melesat ke depan.

ABCDE Hidup Bahagia

Setelah merenung apa yang terjadi sepanjang Bunda Cekatan #3, aku mendapatkan lima hal ini. Sebut saja tips, jalan menuju kebahagiaan. Lebih lengkapnya bisa ditonton di IG Ibu Profesional Jakarta.

Ini adalah rangkuman tentang apa yang aku harap bisa konsisten dilakukan setelah ini. Bisa istiqomah agar menjadi lebih siap untuk sesuatu yang lebih besar di masa mendatang.

A: Allah lagi dan lagi!

Sebagai muslim sudah pasti kita harus menjadikan Allah sebagai tujuan kita berbuat sesuatu. Pada dasarnya sebagai manusia hidup itu harus bertujuan agar terus termotivasi untuk terus berkembang. Kalau dalam kondisi umum, kita mungkin termotivasi untuk mencapai cita-cita, keinginan, dan masih banyak lagi. Semua itu mendorong kita agar terus belajar, berkembang, menjadi manusia yang baik.

Namun, sebagai muslimah maka sudah pasti tujuan kita yang utama adalah Allah. Allah adalah satu-satunya harapan kita hidup di dunia. Oleh karena itu, mengeset goal atau tujuan dengan Allah menjadi target utama adalah landasan pertama kita bisa merasa bahagia hidup di dunia.

Contohnya begini, saat kita menjadikan Allah sebagai alasan hidup, maka seburuk apapun orang lain memperlakukan kita, tak akan berpengaruh apa-apa. Karena kita tahu yang butuh kita bujuk untuk mencintai kita adalah Allah semata. Sebaliknya, ketika yang menjadi tujuan kita hal yang sifatnya duniawi, seperti menjadi terkenal, mendapatkan harta yang banyak, ketika semua sudah tercapai atau gagal dicapai akan mudah mengguncangkan jiwa kita.

Cukup banyak contoh ketika seseorang gagal meraih cita-cita berujung pada masalah psikologis karena tujuannya bersifat semu.

B: Berkata Baik atau Diam

Pada prinsipnya menjaga hubungan interpersonal adalah kunci mendapatkan kebahagiaan. Karena ketika hubungan kita baik dengan orang lain, kita ga bakal gampang untuk kecewa, sedih, atau merasa kesepian. Namun, kita harus bisa dan mampu menjaga hubungan baik itu dengan orang lain.

Pada prinsipnya komunikasi yang baik adalah yang mampu membuat orang-orangnya merasa nyaman berkomunikasi. Sayang, ketika kita banyak berbicara ternyata ada saja kata-kata yang bisa menyinggung orang lain. Oleh karena itu, memilih waktu yang tepat, situasi yang tepat dan kata yang tepat adalah cara terbaik menjaga komunikasi dengan orang lain.

C: Cukup Satu-satu

Salah satu yang mudah bikin stress adalah kita punya banyak kerjaan. Serasa waktu 24 jam gak cukup untuk mengerjakannya. Oleh karena itu, belajar mengelola tugas dan waktu adalah kunci terbaik agar tidak mudah stres.

Tentunya diawali dengan memilih dahulu mana kerjaan atau peran yang memang harus dikerjakan. Lalu, ditentukan prioritasnya mana yang harus mendapat perhatian terlebih dahulu, mana yang belakangan. Jangan lupa bahwa kita ini manusia yang butuh waktu untuk istirahat juga. Jadi, bagilah waktu sesuai porsinya.

Ketika sudah bisa memilih mana peran yang mau dijalani, kerjakanlah satu-satu. Bahasa kerennya sekarang kita bersikap mindful, kalau kerjain satu jangan kepikiran yang lain.

Sebenarnya sebagai muslimah sendiri kita sudah diingatkan dalam QS Al Insyirah ayat 7: bahwa setelah selesai satu urusan baru kerjain urusan lain. Jangan semua dikerjain sekaligus atau di saat bersamaan.

D:Dzalim? Jangan!

Perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Namun, yang paling baik adalah kita menjaga diri dari menyakiti orang lain, seringan apapun itu kelihatannya. Karena kita tidak pernah tahu persepsi orang lain tentang diri kita, perilaku kita.

Seringan kita tidak terlalu mengumbar kehidupan, agar tak terbesit sedikit rasa iri yang bisa menjadi penyakit ‘ain bagi kita. Berat, sih karena di era media sosial ini rasanya tak lengkap kalau tak berbagi. Padahal sama seperti harapan agar unggahan kita bermanfaat, bisa jadi ada sedikit perilaku yang menyakiti orang lain.

E: Eh sudah maafin saja

Ini kunci terakhir yang paling penting, karena mungkin ada banyak masa lalu yang tidak sesuai harapan kita, maafkanlah semua masa lalu itu. Memaafkan artinya kita ridho dengan semua yang Allah takdirkan kepada diri kita. Memaafkan artinya kita berdamai dengan diri kita. Memaafkan adalah cara kita menjaga agar tetap sehat mental.

E yang terakhir ini agak beda ya dengan yang aku sampaikan saat live. Setelah kemarin merenungi lagi, apa yang paling terlewat dari semua ini. Setidaknya, tetap tidak mengubah makna, inilah cara agar aku bisa bahagia.

Yah, setelah semua perjalanan ini berakhir, selalu doa yang sama dipanjatkan. Semoga rasa bahagia yang hadir akan kekal seberapa keras pun kehidupan ini menantang ke depannya.

Bismillah.

Mempersiapkan Anak Menuju Dewasa

Hari ini mendapatkan sebuah kesempatan yang luar biasa. Padahal tidak ada niatan mendengarkan kajian apapun selain dari Radio Rodja kesayangan, tiba-tiba sebuah tautan dikirimkan oleh ibu dari teman sekelas Si Sulung. Alhamdulillah, ternyata tautan kajian dengan narasumber Ustadzah Poppy, salah satu favoritku. Awalnya sempat ragu untuk ikut kajiannya, apalagi temanya adalah seputar menyiapkan anak yang mau beranjak dewasa. Dipikir, anak-anak kan masih kecil, masih jauh dari usia dewasa. Namun, seperti ada yang mendorong akhirnya masuk juga ke ruang meeting-nya.

Benar saja, selama dua jam lebih mendengarkan kajian itu, emosi yang hadir sungguh campur aduk. Sempat merasa sedih ketika sedang membicarakan orang tua. Sempat juga merasa khawatir karena membahas perilaku dahulu saat mengasuh anak-anak saat bayi. Sempat juga merasa bersemangat karena mendapatkan tambahan ilmu. Belum lagi ada beberapa pernyataan Ustadzah Poppy sampaikan ternyata sejalan dengan pemikiranku. Sampai-sampai inginnya langsung bertemu beliau dan mengutarakan kegundahan hati ini demi mendapatkan setitik pencerahan.

Meskipun temanya adalah membahas persiapan apa yang harus dimiliki orang tua saat anak mau memasuki usia dewasa, tetap saja bahasannya terasa menyeluruh. Tidak terkotak-kotakkan secara kaku. Tetap ada sangkut pautnya pembahasan tentang masa kecil si anak, terutama tiga peran utama ibu: mengandung, melahirkan, dan menyusui. Bagaimana ketika proses ini adalah bagian dari proses pengasuhan yang seringkali terlewatkan.

Pembahasan ini mengingatkan kembali dengan kajian parenting nabawwiyah setahun lalu, yaitu saat pertama kali mendengarkan kajian Ustadzah Poppy tentang ketiga peran perempuan ini. Bagaimana pengaruh dari proses mengandung, melahirkan, dan menyusui ternyata berpengaruh besar pada proses perkembangan kepribadian anak. Mungkin aku merasa nyambung sekali karena memang dalam psikologi sendiri disebutkan bahwa kondisi anak pasca dilahirkan amat dipengaruhi oleh kondisi ibunya saat hamil.

Ternyata dalam Islam, tidak hanya berhenti ketika hamil. Perkembangan kepribadian anak juga ditentukan dalam proses melahirkan maupun menyusui, bahkan sampai menyapih. Karena semua kegiatan ini disebutkan dalam Al-Qur’an artinya memang ketiganya punya nilai lebih atau hikmah yang telah Allah swt siapkan. Tugas kita adalah memahami bahwa ketiga kegiatan ini memiliki peranan penting dalam pengasuhan anak.

Misalnya saja, seringkali kita mengeluh anak kita sulit menuruti kita. Ternyata ini besar kaitannya dengan proses menyusui. Dalam Al-Qur’an proses menyusui memiliki makna menyusui langsung. Artinya bukan tentang memberikan ASI, melainkan bagaimana seorang ibu menyusui anaknya. Bagaimana ibu melakukan interaksi dengan sang anak dalam proses tersebut. Proses menyusui saat ibu-anak saling bertatapan, saat itulah ikatan antara keduanya hadir. Ini diaminkan oleh teori psikologi yang menyatakan ikatan antara ibu-anak lebih baik pada yang menyusui secara langsung.

Ketika dasar ini saja tidak kita lakukan, maka bagaimana mungkin kita berharap anak yang sudah tumbuh besar akan memiliki kedekatan bahkan mendengarkan kita. Karena semenjak kecil memang tidak ada ikatan antara kita dan dia.

Namun, satu pernyataan yang lebih penting dari semua pengetahuan yang beliau sajikan, yaitu tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Artinya kita boleh saja menyesali kekeliruan kita di masa lalu. Ada saja hal yang kita luput lakukan sepanjang proses pengasuhan anak kita. Namun, Allah swt begitu pemurah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki semuanya. Selagi kita masih diberi kesempatan untuk hidup, berinteraksi dengan anak-anak kita, artinya masih ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan itu.

Bagaimanapun kita memang manusia yang memiliki kelemahan. Sering khilaf dan melakukan kesalahan. Namun, yang butuh kita lakukan adalah tidak berlama-lama dalam kesalahan tersebut. Ketika sudah mengetahui ilmunya, berarti kita memiliki kewajiban untuk segera menerapkan ilmu itu. Meskipun demikian, ada satu catatan, jangan terjebak dalam kesempurnaan. Merasa gagal ketika ada satu saja celah yang membuat kita tidak bisa mengikuti teori secara sempurna. Ingatlah bahwa ada Allah swt yang akan melengkapi semua. Oleh karena itu, kewajiban kita terakhir adalah mendoakan agar Allah meridai kondisi anak kita apapun itu.

Berhentilah membuat target karena anak-anak bukanlah robot. Bersyukurlah atas setiap pencapaian yang dimiliki anak, terpenting apa yang ia capai itu diberkahi oleh Sang Pencipta. Karena akan sia-sia jika ia memiliki hapalan yang banyak, ternyata itu hasil dari paksaan, sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya.

Poin lain yang sangat penting dalam menyiapkan anak memasuki usia dewasa adalah menempatkan diri kita sebagai teman diskusinya. Yap, berhenti mengomel lalu mulailah berdiskusi dengan anak-anak. Ingat, berdiskusi bukan diakhiri dengan keharusan mereka harus menjalankan keinginan atau pemikiran kita. Mau seperti apapun, anak telah berkembang menjadi individu yang memiliki kemampuan berpikir sendiri. Artinya mereka memiliki hak untuk memikirkan apa yang terbaik untuk diri mereka. Tugas kita sebagai orang tua hanyalah sebagai supervisi yang mengingatkan, bukan mengatur apalagi memaksakan kehendak kita.

Memberikan kesempatan untuk berdiskusi mungkin tidaklah gampang. Selama ini kita tidak terbiasa untuk melakukannya dengan orang tua kita. Akan tetapi, lagi-lagi bukankah kita hadir di sini untuk terus belajar menjadi orang tua yang baik. Jadi, terus belajar untuk mendengarkan lalu memberikan kesempatan adalah kunci terbaik yang bisa kita lakukan sebagai orang tua. Agar kelak saat kita sudah menua, mereka merasakan bahwa kita sebagai orang tua adalah sosok yang memberikan mereka kesempatan untuk berkembang. Kita adalah orang tua yang memberikan kenyamanan bagi mereka sehingga akan dibalas dengan kebaikan yang setara.

Satu kunci terpenting lainnya adalah sebelum memasuki masa dewasa itu, anak-anak haruslah kuat keimanannya yang dipupuk pada usia 2-5 tahun. Mengenalkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang menentukan segala sesuatu di semesta ini. Dengan demikian, saat masa pencarian di waktu dewasa keimanan itu sudah melekat dalam hati.

Karena apalagi sesungguhnya yang kita inginkan pada anak-anak kita, selain mereka yang berjalan di jalan Allah dengan selurus-lurusnya. Hidup mereka (maupun kita) yang begitu singkat ini akan begitu sia-sia ketika tidak dihabiskan untuk mendekat kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, dan mendapatkan kasih sayang-Nya.

Jadi, mulailah membuka diri, memperbaiki diri, menjadi orang tua tempat mereka kembali, yang tak ragu menjadi tempat berdiskusi.