Mempersiapkan Anak Menuju Dewasa

Hari ini mendapatkan sebuah kesempatan yang luar biasa. Padahal tidak ada niatan mendengarkan kajian apapun selain dari Radio Rodja kesayangan, tiba-tiba sebuah tautan dikirimkan oleh ibu dari teman sekelas Si Sulung. Alhamdulillah, ternyata tautan kajian dengan narasumber Ustadzah Poppy, salah satu favoritku. Awalnya sempat ragu untuk ikut kajiannya, apalagi temanya adalah seputar menyiapkan anak yang mau beranjak dewasa. Dipikir, anak-anak kan masih kecil, masih jauh dari usia dewasa. Namun, seperti ada yang mendorong akhirnya masuk juga ke ruang meeting-nya.

Benar saja, selama dua jam lebih mendengarkan kajian itu, emosi yang hadir sungguh campur aduk. Sempat merasa sedih ketika sedang membicarakan orang tua. Sempat juga merasa khawatir karena membahas perilaku dahulu saat mengasuh anak-anak saat bayi. Sempat juga merasa bersemangat karena mendapatkan tambahan ilmu. Belum lagi ada beberapa pernyataan Ustadzah Poppy sampaikan ternyata sejalan dengan pemikiranku. Sampai-sampai inginnya langsung bertemu beliau dan mengutarakan kegundahan hati ini demi mendapatkan setitik pencerahan.

Meskipun temanya adalah membahas persiapan apa yang harus dimiliki orang tua saat anak mau memasuki usia dewasa, tetap saja bahasannya terasa menyeluruh. Tidak terkotak-kotakkan secara kaku. Tetap ada sangkut pautnya pembahasan tentang masa kecil si anak, terutama tiga peran utama ibu: mengandung, melahirkan, dan menyusui. Bagaimana ketika proses ini adalah bagian dari proses pengasuhan yang seringkali terlewatkan.

Pembahasan ini mengingatkan kembali dengan kajian parenting nabawwiyah setahun lalu, yaitu saat pertama kali mendengarkan kajian Ustadzah Poppy tentang ketiga peran perempuan ini. Bagaimana pengaruh dari proses mengandung, melahirkan, dan menyusui ternyata berpengaruh besar pada proses perkembangan kepribadian anak. Mungkin aku merasa nyambung sekali karena memang dalam psikologi sendiri disebutkan bahwa kondisi anak pasca dilahirkan amat dipengaruhi oleh kondisi ibunya saat hamil.

Ternyata dalam Islam, tidak hanya berhenti ketika hamil. Perkembangan kepribadian anak juga ditentukan dalam proses melahirkan maupun menyusui, bahkan sampai menyapih. Karena semua kegiatan ini disebutkan dalam Al-Qur’an artinya memang ketiganya punya nilai lebih atau hikmah yang telah Allah swt siapkan. Tugas kita adalah memahami bahwa ketiga kegiatan ini memiliki peranan penting dalam pengasuhan anak.

Misalnya saja, seringkali kita mengeluh anak kita sulit menuruti kita. Ternyata ini besar kaitannya dengan proses menyusui. Dalam Al-Qur’an proses menyusui memiliki makna menyusui langsung. Artinya bukan tentang memberikan ASI, melainkan bagaimana seorang ibu menyusui anaknya. Bagaimana ibu melakukan interaksi dengan sang anak dalam proses tersebut. Proses menyusui saat ibu-anak saling bertatapan, saat itulah ikatan antara keduanya hadir. Ini diaminkan oleh teori psikologi yang menyatakan ikatan antara ibu-anak lebih baik pada yang menyusui secara langsung.

Ketika dasar ini saja tidak kita lakukan, maka bagaimana mungkin kita berharap anak yang sudah tumbuh besar akan memiliki kedekatan bahkan mendengarkan kita. Karena semenjak kecil memang tidak ada ikatan antara kita dan dia.

Namun, satu pernyataan yang lebih penting dari semua pengetahuan yang beliau sajikan, yaitu tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Artinya kita boleh saja menyesali kekeliruan kita di masa lalu. Ada saja hal yang kita luput lakukan sepanjang proses pengasuhan anak kita. Namun, Allah swt begitu pemurah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki semuanya. Selagi kita masih diberi kesempatan untuk hidup, berinteraksi dengan anak-anak kita, artinya masih ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan itu.

Bagaimanapun kita memang manusia yang memiliki kelemahan. Sering khilaf dan melakukan kesalahan. Namun, yang butuh kita lakukan adalah tidak berlama-lama dalam kesalahan tersebut. Ketika sudah mengetahui ilmunya, berarti kita memiliki kewajiban untuk segera menerapkan ilmu itu. Meskipun demikian, ada satu catatan, jangan terjebak dalam kesempurnaan. Merasa gagal ketika ada satu saja celah yang membuat kita tidak bisa mengikuti teori secara sempurna. Ingatlah bahwa ada Allah swt yang akan melengkapi semua. Oleh karena itu, kewajiban kita terakhir adalah mendoakan agar Allah meridai kondisi anak kita apapun itu.

Berhentilah membuat target karena anak-anak bukanlah robot. Bersyukurlah atas setiap pencapaian yang dimiliki anak, terpenting apa yang ia capai itu diberkahi oleh Sang Pencipta. Karena akan sia-sia jika ia memiliki hapalan yang banyak, ternyata itu hasil dari paksaan, sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya.

Poin lain yang sangat penting dalam menyiapkan anak memasuki usia dewasa adalah menempatkan diri kita sebagai teman diskusinya. Yap, berhenti mengomel lalu mulailah berdiskusi dengan anak-anak. Ingat, berdiskusi bukan diakhiri dengan keharusan mereka harus menjalankan keinginan atau pemikiran kita. Mau seperti apapun, anak telah berkembang menjadi individu yang memiliki kemampuan berpikir sendiri. Artinya mereka memiliki hak untuk memikirkan apa yang terbaik untuk diri mereka. Tugas kita sebagai orang tua hanyalah sebagai supervisi yang mengingatkan, bukan mengatur apalagi memaksakan kehendak kita.

Memberikan kesempatan untuk berdiskusi mungkin tidaklah gampang. Selama ini kita tidak terbiasa untuk melakukannya dengan orang tua kita. Akan tetapi, lagi-lagi bukankah kita hadir di sini untuk terus belajar menjadi orang tua yang baik. Jadi, terus belajar untuk mendengarkan lalu memberikan kesempatan adalah kunci terbaik yang bisa kita lakukan sebagai orang tua. Agar kelak saat kita sudah menua, mereka merasakan bahwa kita sebagai orang tua adalah sosok yang memberikan mereka kesempatan untuk berkembang. Kita adalah orang tua yang memberikan kenyamanan bagi mereka sehingga akan dibalas dengan kebaikan yang setara.

Satu kunci terpenting lainnya adalah sebelum memasuki masa dewasa itu, anak-anak haruslah kuat keimanannya yang dipupuk pada usia 2-5 tahun. Mengenalkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang menentukan segala sesuatu di semesta ini. Dengan demikian, saat masa pencarian di waktu dewasa keimanan itu sudah melekat dalam hati.

Karena apalagi sesungguhnya yang kita inginkan pada anak-anak kita, selain mereka yang berjalan di jalan Allah dengan selurus-lurusnya. Hidup mereka (maupun kita) yang begitu singkat ini akan begitu sia-sia ketika tidak dihabiskan untuk mendekat kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, dan mendapatkan kasih sayang-Nya.

Jadi, mulailah membuka diri, memperbaiki diri, menjadi orang tua tempat mereka kembali, yang tak ragu menjadi tempat berdiskusi.

Leave a comment