Cabak Kenangan

Aku terkesima saat ibu dengan lihainya menyiangi rumput liar yang ada di sekitar tanaman. Alat kecil itu begitu berguna karena lebih mudah digunakan daripada cangkul karena bentuknya yang kecil. Rasa kagum itu membuat rasa penasaranku sebagai anak kecil bangkit. Ingin mencoba alat yang kemudian hari aku ketahui bernama cabak.

Awalnya terasa canggung. Namun, lama-kelamaan tanganku mulai terbiasa. Pada beratnya besi yang menjadi bahan utama alat ini. Pegangan dari kayu sesekali terasa seperti mau copot akibat tak mampu menanggung beban dari komponen besi utamanya. Tangan kecil ini tetap berupaya agar rumput demi rumput yang ada di sekitar hilang bisa tercabut.

Ah, sebuah momen bahagia yang tak luput dari ingatan. Kini setiap kali melewati etalase penjual alat-alat pertukangan, aku mencoba mencari alat itu. Sayang, karena tak tahu namanya, aku tidak bisa menanyakan. Namun, di atas itu semua, ini adalah kenangan demi kenangan kebahagiaan yang tak akan pernah bisa dilupakan.

Sekarang saja aku tidak tahu ada di mana cabak itu. Mungkin masih terselip di sudut-sudut rumah yang sudah lama aku tinggalkan. Bersama ibu yang ada di sana. Masih dengan setia merawat kebunnya yang penuh dengan tanaman bunga dan pohon.

Ah, terkadang aku begitu iri kepada ibu. Dengan mudahnya tangan itu merawat tanaman. Dengan cinta kasih ia menyayangi bunga-bunga yang dimiliki sampai seperti anaknya sendiri. Sebaliknya, aku menanam kaktus saja bisa mati. Apalagi setiap tanaman hias yang ada di rumah ini, mati silih berganti. Hanya karena satu, tak pernah diri ini telaten mengurusnya. Entah karena lupa atau memang tidak menjadi kebiasaan.

Namun, aku selalu bermimpi, bisa punya kebun atau taman seperti ibu. Merawatnya dengan sepenuh hati. Sayang, kapan ya semua itu bisa tercapai, ya? Sepertinya masih benar-benar mimpi yang betulan mimpi, hihihi.

#writober2022 #cabak #rbmjakarta #ibuprofesional