Kampung Halaman dan Rezeki Para Perantau

Enak ya punya kampung halaman. Iya, enak punya rezeki banyak biar bisa mudik.

Sejujurnya aku masih bertanya-tanya apa maksud dari kalimat di atas. Kalau kamu ada yang bilang demikian, apa kira-kira reaksimu?

Mungkin sebagian akan bilang, ya udah aminkan saja, anggap sebagai doa. Sebagian yang lain bisa mengucap Alhamdulillah sebagai wujud pujian kepada Allah karena memang diberi rezeki untuk bisa mudik. Namun, saat mendapati kalimat ini aku merasa sebuah ketidaknyamanan, apa pasalnya?

Kalimat di atas hanya sepotong saja dari rangkaian kalimat-kalimat lain yang menurut orang bisa saja netral. Akan tetapi, terasa tidak enak karena dibicarakan dalam konteks “lo enak punya kampung halaman, gue gak punya jadi gak enak.” Lagi-lagi ini masalah persepsi, ya. Cuma menurutku membahas tentang punya atau tidak kampung halaman itu sebenarnya gak esensi. Cukup dengan bilang, “Selamat berkumpul bersama keluarga,” itu sudah menyenangkan. Sayang, ketika diikuti makna kalau “kehidupanmu lebih enak dari kehidupanku, itu mulai rasanya tidak menyenangkan.”

Ya ujung-ujungnya ke sana. Kita yang merantau Allah kasih rezeki banyak buat bisa mudik, sudah syukur sekali. Namun, itu gak bisa dijadikan sebuah wujud yang patut dibuat iri. Bukankah Allah sudah menitipkan rezeki masing-masing untuk tiap hamba-Nya. Tak akan tertukar, tak akan pula berkurang kadarnya selagi kita mencari dengan ikhtiar sebaik-baiknya.

Aku sendiri menganut rezeki itu tidak hanya Allah beri dalam bentuk uang. Setelah semakin bertambah usia, rezeki terbaik adalah masih diberi nikmat merasakan keindahan Islam. Masih bisa beriman dan beribadah dengan tenang. Bahkan di sela-sela rasa pahit, masih patut disyukuri masih Allah kasih kesempatan untuk berbuat baik minimal untuk diri sendiri maupun keluarga sendiri dengan banyak mensyukuri kehidupan.

Maka, ketika mulai membandingkan apa yang aku punya dan kamu tidak punya, sungguh rasanya cuma bikin gak enak. Dalam kasus ini, menurutku rezeki orang-orang yang dekat dengan keluarganya demikian besar. Walau mungkin secara uang tidak banyak, tetapi masih bisa berkumpul dengan mereka setiap hari, menyentuh, memeluk, mencium, bahkan sekadar mendengar sedikit kabarnya itu sudah cukup disyukuri. Itu adalah sebuah rezeki karena tidak semua orang Allah kasih bagian itu. Jadi, aku semakin yakin rezeki itu bentuknya luas dan gak bisa selalu kita nilai dari banyaknya kekayaan yang dimiliki.

Poin lain adalah kita hendaknya bersyukur ternyata Allah paling tahu tentang diri kita. Ia tahu kita tak tahan untuk berjauhan dengan keluarga barang sejengkal saja maka ia titipkan rezeki harta dan pekerjaan cukup dekat sehingga kita tak perlu merantau demi sesuap makan untuk diri dan keluarga. Ya, Allah Maha Tahu loh, jadi mengapa kita membandingkan diri dengan orang lain yang nyatanya mungkin diberi Allah kelapangan hati yang demikian besar biar bisa berjauhan dengan keluarga.

Jikalau menilai enak dan gak enaknya, jauh dari keluarga jelas banyak gak enaknya. Sulit bersilaturahmi apalagi kalau ada yang sakit amat susah untuk mengatur biar bisa pulang menemani. Ya kalau memang ada rezeki lebih bisa pulang untuk mengunjungi, jika tidak hanya bisa gigit jari. Perkara akhirnya bisa pulang atau tidak ketika mendapati orang tua meninggal atau sakit lagi-lagi Allah yang mudahkan semua. Bukan karena kita punya uang terus lebih, tetapi memang Allah yang kasih jalannya biar kita bisa setidaknya mengucapkan kalimat perpisahan terakhir.

Jangan banyak melihat kepada mereka yang memang Allah mudahkan untuk pulang ke kampung halaman. Banyaklah melihat kepada mereka yang masih harus menahan rindu sekian puluh purnama karena tak kunjung punya rezeki lebih untuk menemui keluarga. Bahkan ketika mendengar kabar kematian orang tercinta sedang terpisah jarak ribuan kilometer dan tak sempat bersua sama sekali.

Apalagi menuju lebaran ini akan semakin banyak yang bertanya, “kenapa gak mudik?” Cobalah sesekali ganti pertanyaannya, ya. Pasti bukan karena mereka gak mau mudik, tapi ada kondisi yang tidak memungkinkan. Apalagi saat momen libur panjang begini tiket pesawat bagi yang mereka harus mudik antar pulau harganya pasti mencekik leher. Lagi-lagi jangan pernah bilang kalau, perantau rezekinya banyak! Doakan saja mereka bisa lebih mudah mencari jalan untuk melepas rindu kepada orang-orang tercinta.

Bisa jadi yang terlihat menyenangkan dari memiliki kampung halaman adalah kita memiliki alasan untuk melakukan perjalanan. Di sana juga belum tentu akan pergi pelesir karena tidak semua kampung halaman punya tempat wisata. Murni liburan ke kampung halaman itu untuk menunaikan bakti kepada orang tua jika masih ada. Sejauh ini setiap kali pulang mudik pun lebih banyak di rumah. Ucapkan selamat tinggal pada acara reuni, halal bi halal, dan sebagainya. Bisa agak lama di rumah saja sesuatu yang patut disyukuri.

Semua Sudah Punya Porsi Rezekinya

Tetap saja kita harus banyak memahami tak ada rezeki yang tertukar. Ketika memang kita hanya memiliki apa yang dipunya saat ini, itulah yang terbaik. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi kalau kita diberikan rezeki orang lain, apakah kita lebih mampu atau malah tidak mampu?

Tidaklah perlu silau juga dengan apa yang dimiliki orang lain. Apa yang menurut kita enak belum tentu memang mampu kita jalani. Selama ini kita hanya melihat apa yang kita inginkan, tetapi tidak menginginkan lainnya. Termasuk dalam urusan merantau ini.

Jangan melihat enaknya orang punya kampung halaman, tetapi tak sanggup untuk merasa jauh dari keluarga. Padahal di setiap kondisi selalu ada konsekuensi yang harus kita hadapi, sanggupkah?

Benarlah apa kata Allah:

Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

(QS. Al Baqarah: 216)

Tak akan pernah ada yang salah. Tak akan pernah ada porsi yang tertukar. Cukup bersyukur pada yang Allah beri hingga detik ini. Karena itulah takdir kita, bukan untuk yang lain. Semoga Allah selalu menjaga hati kita untuk tidak banyak mengeluh dan merasa kurang dengan kepemilikan saat ini.

Bagi perantau, selamat berlibur, selamat berkumpul bersama keluarga.