Jurnal Buncek #16, Tahap Kepompong 4: Always Be Positive

Hal terberat dalam menjaga hati adalah mengelola pikiran. Jadi, untuk pekan ini, dari perilaku yang tampak, aku bergerak ke ranah yang tak terlihat, yaitu pikiran. Kali ini aku mencoba untuk puasa berpikir negatif pada orang lain. Baik itu atas perilaku, ucapan, maupun keputusan orang lain yang berkaitan dengan kehidupanku.

Mungkin tampaknya sederhana, tetapi, duh, susahnya minta ampun. Apalagi kalau sudah punya skema yang buat kita jadinya berpikir negatif terhadap orang-orang tersebut. Butuh usaha ekstra untuk membentuk skema baru agar kita bisa jadi orang yang selalu berpikir positif.

Jadi, untuk pekan ini puasanya adalah mencoba untuk tidak terpengaruh atas perilaku, ucapan, maupun keputusan orang lain yang dasarnya dari pikiran negatif terhadap orang tersebut. Adapun kriterianya adalah:

  • EXCELLENT (4): ketika selama satu hari tidak tersulut berpikir negatif atas perilaku, ucapan, mapun keputusan orang lain.
  • VERY GOOD (3): ketika selama satu hari ada 1-2 kali tersulut berpikir negatif atas perilaku, ucapan, mapun keputusan orang lain.
  • SATISFACTORY (2): ketika selama satu hari ada setidaknya 3-5 kalitersulut berpikir negatif atas perilaku, ucapan, mapun keputusan orang lain.
  • NEED IMPROVEMENT (1): ketika selama satu hari ada lebih dari 5 kali tersulut berpikir negatif atas perilaku, ucapan, mapun keputusan orang lain.

Rasanya kriteria ini cocok sekali dengan situasi puasa ini. Mengelola hati dan pikiran agar tetap terjaga emosinya selama bulan puasa. Apalagi setelah perjalanan ke tanah haram kemarin, rasanya masih tidak mau merusak suasana hati dengan sesuatu yang buruk.

Lalu, bagaimana hasilnya?

Well, aku hanya berhasil sampai tahap very good. Jelas, karena susah sekali untuk mencegah pikiran negatif otomatis itu agar tidak muncul. Sesuai namanya, pikiran negatif otomatis, tentu semua itu hadir secara otomatis. Tidak ada hal yang bisa menghalanginya karena skema negatif itu sudah cukup terbentuk. Oleh karena itu, butuh pembentukan skema baru agar yang muncul adalah pikiran yang positif.

Setidaknya setiap hari 1-2 kali pikiran negatif itu hadir. Namun, setelahnya aku berusaha untuk mengganti pikiran negatif itu dengan hal-hal baik yang bisa aku dapatkan. Terutama sebuah mantra they don’t mean it, artinya mereka mungkin tidak bermaksud demikian, menyakiti atau menyinggung perasaanku. Mereka melakukan itu karena memang mereka memiliki cara berpikir dan sudut pandang yang berbeda denganku.

Selain itu, mencoba untuk tidak terpancing emosi secara berkelanjutan dengan mempraktikkan teknik pernapasan mendalam sungguh bisa bermanfaat. Dalam hal ini, tiap kali aku mulai berpikir negatif, aku mencoba menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian mengembuskannya sedalam-dalamnya juga. Dalam proses ini entah mengapa semua yang buruk-buruk itu jadi ikut keluar dari dalam hati. He-he-he. Terutama ketika sebuah keputusan orang lain memunculkan setitik rasa sombong dalam hatiku, duh, berusaha langsung dibuang dengan semua napas itu.

Selain itu, aku berusaha mengingat-ingat kembali isi kajian yang sudah pernah aku dengar terkait hal ini. Begitu pula dnegan hasil tadabbur Al-Qur’an yang dilakukan akhir-akhir ini. Semua itu untuk menguatkan hatiku agar terus tetap berpikir positif dalam semua situasi.

Ini juga terdorong ketika suami berkata begini, “Kan sudah banyak ilmunya yang didapetin, jangan lupa di-install dan dipraktekkin.” Lagi-lagi, ya, kata-kata begini saja sudah bisa bikin hati ingin buru-buru diperbaiki biar ga larut terus-terusan.

Yap, yang lebih penting dari sekadar punya ilmu adalah praktik. Tentunya praktik ini akan berlangsung seumur hidup, tidak hanya pada tahapan kepompong ini saja. Maka, setelah ini aku akan terus mempraktikkan sebisa mungkin semua kebaikan yang sudah didapatkan selama satu bulan terakhir. Baik dari proses puasa selama empat pekan ini, tadabbur Al-Qur’an, maupun perjalanan Ramadan selama satu bulan terakhir.

Tentunya ini bukan akhir, melainkan sebuah awal baru. Ini hanyalah lahan terapi, selanjutnya bagaimana mempraktikkan semua ini di dunia nyata, itulah ujian yang sesungguhnya.

Semoga tetap bisa istiqomah dalam kebaikan ini, selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi esok dan seterusnya hingga akhir hayat.

Psst… ini surat terakhir untuk buddy-ku.