Adakah yang pernah berpikir sama seperti ini?
“Aku pilih sekolah itu saja, dari biayanya sudah masuk semua fasilitas dan kegiatan ekstrakurikuler, jadi gak butuh tambahan les lagi, dibanding sekolah lain.”
Salah satu yang saat ini menjadi agenda para orang tua yang memiliki anak usia enam atau tujuh tahun adalah menemukan sekolah pertamanya. Apalagi setelah masa taman kanak-kanak, maka memilih sekolah dasar yang tepat menjadi pertimbangan penting bagi para orang tua ini. Pasalnya, sekolah dasar ini penting untuk perkembangan anak menuju tahap berikutnya. Oleh karena itu, mungkin sudah mulai menjadi tren terkini, bagi mereka yang memiliki kecukupan finansial, memilih memasukkan anaknya ke sekolah swasta yang diharapkan sesuai dengan visi pendidikan keluarga.
Salah satu yang menjadi pertimbangan orang tua yang memilih menyekolahkan anak-anak ke sekolah swasta adalah pemenuhan fasilitas yang menunjang pendidikan. Fasilitas fisik kerap menjadi sorotan. Bagaimana gedung sekolah? Kelengkapan fasilitas penunjang pendidikan? Bagaimana kondisi ruang kelas? Beserta fasilitas untuk kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Oleh sebab itu, saat ini begitu banyak sekolah swasta yang berlomba dari segi fasilitas fisik. Mencoba memperlihatkan kenyamanan dalam belajar sebagai jaminan bagi anak-anak mendapatkan pendidikan terbaik. Ditambah kurikulum yang begitu ragam, baik itu nasional maupun internasional, yang menjadi nilai jual lainnya. Semua berlomba memberikan fasilitas yang membuat mata orang tua berdecak kagum, sehingga memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di sana, meskipun harus merogoh kocek sedemikian dalamnya. Demi satu hal, “Anak-anak mendapatkan pendidikan terbaik.”
Namun, satu hal yang seringkali aku renungi, apakah cukup fasilitas fisik ini yang membuat anak-anak mendapatkan pendidikan terbaik? Lalu, bagaimana dengan mereka yang ternyata tidak dianugerahi Allah Swt. kemampuan finansial yang cukup. Apakah itu berarti mereka tidak bisa mendapatkan pendidikan terbaik?
Itu berarti sama saja kita menyetujui kalau orang miskin dilarang sekolah. Orang miskin tidak layak mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal pendidikan adalah hak semua anak. Setiap anak, apa pun latar belakang mereka berhak untuk belajar. Akhirnya, semua orang berlomba-lomba menjadi “kaya” hanya untuk memberikan pendidikan terbaik. Mereka yang tetap Allah Swt. beri rezeki yang cukup saja, tidak diperkenankan untuk menyicip pendidikan dengan fasilitas terbaik itu.
Jadi, sebenarnya apakah pendidikan terbaik identik dengan fasilitas yang lengkap?
Fasilitas Terbaik Itu Adalah Guru
Jika berkaca pada zaman Rasulullah saw. maka kita hendaknya menelaah kembali tentang makna pendidikan dengan fasilitas yang lengkap. Pada saat itu, kita tahu fasilitas yang ada serba terbatas, tidak seperti saat ini. Namun, Allah Swt. menunjukkan mereka yang berada di era Rasulullah saw. beserta dua generasi sesudahnya adalah generasi terbaik umat muslim. Mereka yang hidup dalam keterbatasan, malah menjadi orang-orang mulia. Maka, apakah memang fasilitas fisik adalah satu kunci yang membuat seseorang menjadi hebat?
Ternyata tidak!
Bukan fasilitas fisik yang menjamin sahabat-sahabat di zaman itu menjadi manusia teladan. Melainkan, bagaimana mereka belajar pada guru hebat, itulah yang membuat mereka menjadi manusia yang luar biasa. Para sahabat yang belajar langsung dari Rasulullah saw. Begitu pula para tabi’in dan generasi selanjutnya yang belajar dari para ulama dengan keilmuan luar biasa. Artinya, fasilitas terbaik yang bisa membuat seseorang mampu mendapatkan ilmu yang baik adalah seorang GURU.
Ya, guru. Pernahkah terpikirkan?
Karena ilmu itu diturunkan bukan lewat fasilitas fisik. Bukan pula lewat kurikulum buatan manusia. Melainkan lewat guru yang memiliki keilmuan yang luar biasa. Membawa ilmu lurus yang disampaikan secara benar sejak zaman Rasulullah saw. Sudahkah kita menjadikan ini sebagai satu kriteria ketika memilih sekolah untuk anak-anak kita?
Bisa jadi memang benar. Sekarang ini kita banyak tertipu daya oleh tampilan visual, sehingga kehilangan esensi mengenai pendidikan itu sendiri. Fasilitas fisik hanyalah alat bantu, bukan sebuah keutamaan untuk mendapatkan ilmu. Guru adalah fasilitas utama untuk menghantarkan ilmu itu kepada anak-anak kita. Jadi, sudahkah guru di sekolah anak kita memang memiliki keilmuan yang cukup untuk berbagi dengan anak-anak kita?
Coba sekarang kita telaah bersama. Apakah guru di sekolah anak-anak kita saat ini:
- Mendapatkan perhatian yang pantas untuk kesejahteraannya, sehingga ia tidak butuh memusingkan kebutuhan keluarganya dan fokus terhadap pembelajaran anak-anak kita.
- Memiliki pemahaman yang merata untuk dasar-dasar nilai yang mau diajarkan kepada anak-anak kita.
- Mendapatkan pembekalan ilmu yang berkelanjutan, sehingga mereka terus bisa menambah pengetahuan terkait ilmu yang diajarkan kepada anak-anak kita.
- Dijaga izzahnya, terjaga kehormatannya, sehingga mereka bisa terus menjaga niat dalam mengajarkan ilmu kepada anak-anak kita.
Mengapa semua ini butuh untuk diperhatikan?
Karena sebuah ilmu yang didapatkan anak-anak kita itu butuh keberkahan. Berkah itu didapat dari guru yang mengajarkan mereka ilmu tersebut. Jika kita tidak mampu untuk menjaga kehormatan, menjaga perasaan, menjaga kesejahteraannya, sehingga mereka banyak mengeluh dan menyimpangkan sedikit saja niat mereka dalam mengajar anak-anak kita, apa yang mungkin terjadi?
Seringkali hal ini tidak mendapatkan perhatian yang baik. Padahal bisa jadi ilmu-ilmu yang didapatkan oleh anak-anak kita itu tak kekal karena keberkahan itu hilang seiring dengan hilangnya ketulusan guru dalam mengajari anak-anak kita. Bahkan mungkin kitalah orang tua yang telah membuat berkah itu hilang karena terlalu banyak mengkritik guru dan sekolah.
Ketika memilih sebuah sekolah, artinya mau tidak mau kita menyepakati apapun yang sekolah lakukan untuk anak-anak kita. Karena secara sadar kita memasukkan mereka ke sekolah itu, berarti kita menyetujui setiap jengkal kurikulum yang diterapkan oleh para guru. Termasuk semua itikad baik yang diupayakan sekolah untuk membentuk mental anak-anak kita. Jika memang kita banyak mengeluh, merasa tidak cocok, bisa jadi memang sistem sekolah tersebut tidaklah cocok dengan kita. Berarti sudah waktunya menelaah kembali bagamaina visi pendidikan kita sesungguhnya? Benarkah sudah tepat semua yang kita pilihkan ini?
Kemudian, perihal memiliki nilai yang sejalan dengan sekolah adalah kunci penting lainnya. Minimal sekali harus punya pemahaman yang merata di antara semua guru. Dengan demikian, sistem yang dibawa oleh sekolah akan bisa diterapkan dengan baik pada praktiknya. Setiap guru memiliki jiwa dan semangat yang sama untuk menularkan ilmu-ilmu tersebut kepada anak-anak. Tidak ada perbedaan, termasuk disonansi yang dapat mengganggu pemahaman anak-anak. Oleh karena itu, setidaknya sekolah harus punya sistem matrikulasi atau pendidikan khusus yang harus dimiliki setiap guru, sebelum mereka terjun mengajar.
Selanjutnya, pendidikan yang berkelanjutan, mengapa ini menjadi penting?
Kita bisa berkaca pada diri sendiri saja. Seberapa banyak kita harus mengulang sebuah ilmu agar ilmu itu terus melekat dalam diri. Bahkan sebagai orang tua kita harus terus belajar agar mampu memberikan contoh bagi anak-anak. Oleh karena itu, guru pun demikian. Mereka harus terus belajar menambah ilmu, agar keilmuan yang disampaikan kepada anak-anak menjadi lengkap dan mendalam.
Pertanyaan selanjutnya, adakah sekolah demikian?
Alhamdulillah, kami dipertemukan dengan sekolah yang menyajikan semua itu. Hadirnya guru yang terus dijaga niat, nilai, pengetahuan, dan motivasinya dalam membersamai anak-anak kami. Jika bicara fasilitas fisik, tentu jauh sekali sekolah ini dari harapan. Namun, semangat untuk mengembalikan fasilitas ini kepada tempat seharusnya, itulah yang membuat kami memilih sekolah ini.
Jika ada yang mendatangi tempat ini, tentu akan berpikir, benarkah ini sebuah sekolah?
Akan tetapi, kami yakin bukan fasilitas fisik yang membuat anak-anak menjadi gemilang. Melainkan sistemnya, guru-gurunya, ruh yang terus ditiupkan berbarengan dengan semangat untuk menerapkan adab dan iman dengan sebaik-baiknya. Dari situ kita bisa paham, sekolah bukan dimulai dari sesuatu yang fisik, melainkan kesungguhan hati. Keinginan kita menyajikan pendidikan terbaik dimulai dari guru-guru yang mumpuni.
Jadi, mari berkaca kembali, sudahkah kita memilihkan sekolah anak-anak berdasarkan guru yang memberikan mereka ilmu? Bukan semata fasilitas fisik semata.