Jurnal Buncek #16 Tahap Kupu-kupu 1: Menjadi Mentor

Semua guru, semua murid.

Setelah menjalani banyak peristiwa dalam hidup ini, akhirnya memahami bahwa kita bisa belajar dari mana saja. Bahkan dari waktu, kejadian, maupun orang yang tidak pernah dengan sengaja kita berguru kepadanya. Ilmu yang selama ini mungkin menurut kita sederhana, ternyata bisa saja menjadi jalan kebaikan bagi orang lain.

Maka, sebagai tahap pertama di kupu-kupu Bunda Cekatan #6 ini adalah mengajukan diri sebagai mentor. Menjadi seseorang yang berbagi kebaikan kepada orang lain. Karena sebaik apapun ilmu yang kita miliki kalau tidak pernah dibagikan, tidak akan pernah berkembang.

Buat aku, karena selama ini sudah pernah bekerja di posisi sebagai “mentor” baik ketika menjadi dosen, psikolog maupun penulis, sebenarnya tidak masalah untuk menjadi seorang mentor. Malahan semangat berbagi ini begitu menggebu-gebu karena kebutuhan untuk membantu orang lain itu begitu mendarah daging. Namun, pertanyaannya aku mau menjadi mentor dalam bidang apa?

Selama ini selalu berasa menjadi seorang yang “palu gada”, apa yang kamu mau aku ada/bisa. Setiap kali diminta mengisi bahasan psikologi selalu setuju saja. Ketika ada pertanyaan yang terkait psikologi pun selalu berusaha menjawabnya dulu, baru merujuk kepada yang lebih ahli jika ingin jawaban lebih baik. Jarang sekali untuk langsung merujuk, kecuali memang di luar kemampuan.

Jadi, ketika memilih apa yang mau dibagi, agak bingung. Bukan karena tidak ada, tetapi inginnya sesuatu yang unik dan memang bisa membantu. Kalau ikut kata Magika, personal branding-nya apa?

Saking bingungnya lalu menanyakan seputar branding ini di status WA. Beberapa menjawab dengan pekerjaan, ada juga yang menjawab dengan sifat. Hmm, menarik, ya. Ternyata memang profesi sebagai psikolog sudah cukup melekat. Beberapa yang menjawab seputar profesi ini adalah orang-orang yang memang baru berinteraksi setelah aku bekerja sebagai psikolog dan mengisi beberapa seminar.

Sebaliknya, yang menjawab dengan sifat adalah mereka-mereka yang berinteraksi denganku sebelum mengambil profesi psikologi. Baik itu teman kuliah maupun orang yang mengenalku ketika masih dibangku sekolah. Imaji yang mereka dapatkan tentangku itu tak salah juga. Bahkan membangkitkan semangatku lagi karena akhir-akhir ini merasa tangkapan mereka atas gambaran diriku itu tidaklah benar. Well, aku memang sempat di masa krisis kemarin.

Akhirnya, satu jawaban yang cukup melekat adalah jawaban dari salah satu mentor menulis yang dulu adalah mahasiswaku di kampung halaman. Jawaban psikolog yang menulis mungkin memang menggambarkan diri ini sekarang. Dengan demikian, aku menimang-nimang apa yang bisa aku bagikan dengan menggabungkan dua poin ini.

Finally, setelah perenungan cukup lama memilih topik yang memang sudah cukup mendarah daging dalam diri. Memaafkan lewat menulis. Alasannya, topik ini adalah satu dari sekian banyak topik psikologi yang sangat aku sukai. Isu ini pula yang masih aku angkat hingga hari ini. Kemudian, aku ingin sekali lagi memanfaatkan keterampilan menulis menjadi bagian dari proses berbagi ini. Tadinya, mau menjadi mentor menulis saja, tetapi terasa kurang greget karena terlalu umum. Makanya, topik ini terasa pas sekali.

Ini bukan pertama kali menjadi mentor dalam topik pemaafan. Tahun 2019 akhir kemarin aku menerbitkan satu buku kolaborasi bersama teman-teman yang berhasil menulis tentang proses memaafkannya kepada ibu yang tak sempurna. Sebuah buku berjudul Melepas Luka menjadi salah satu buku yang sangat aku sukai. Karena dalam buku ini tidak hanya memuat cerita masing-masing penulis yang ikut serta, tetapi juga teori-teori tentang proses memaafkan pun aku masukkan.

Alhasil, sekarang aku ingin kembali merajut mimpi yang sudah berulang kali aku coba tanamkan dalam diri. Membantu orang lain dalam proses memaafkan dan menerima diri. Semoga dengan menjadi mentor dalam tahap kupu-kupu ini bisa menjadi salah satu langkah menuju jalan itu. Semoga Allah meridai langkah ini.

Oiya, kalau saja ini berhasil dan berjalan lancar, apakah mungkin setelah ini aku lebih percaya diri untuk membantu lebih banyak orang perihal ini, ya?

Semoga Allah yang memampukan dan memudahkan.