Tes Sidik Jari, Validkah Memahami Kepribadian Manusia?

Bismillah.

Disclaimer: ini adalah hasil ulasan pengalaman pribadi serta pemahaman keilmuan yang dimiliki, bukan endorse terhadap produk tertentu atau menjelekkan produk lainnya. Tapi kalau mau diskusi lebih lanjut dan berujung konsultasi, amat terbuka sekali.

“Tebak, dong aku ini orangnya seperti apa.”

Yah, sudah cukup sering bertemu dengan orang-orang yang bertanya begitu setelah tahu kalau diri ini belajar ilmu psikologi. Seakan kalau kita belajar psikologi dengan mudahnya menerawang seseorang apalagi langsung menebak karakternya.

Padahal saat belajar psikologi, kita tidak langsung belajar tentang menebak karakter seseorang seperti menjentikkan jari. Sebaliknya, belajar psikologi membuat kita belajar memahami secara lebih mendalam tentang dinamika seseorang dalam hidupnya hingga membentuk karakter-karakter tertentu. Pada akhirnya, ketika bisa mengenali seseorang itu memiliki ciri kepribadian tertentu, itu bukanlah karena kita ahli nujum, melainkan sebuah hasil dari pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman.

Yap, itulah sebabnya tak semudah itu langsung bisa menyimpulkan kehidupan seseorang hanya lewat satu tes semata. Sesuatu yang saat ini sedang banyak merambah di masyarakat juga, langsung bisa mendapatkan penjelasan mengenai diri lewat sebuah tes saja. Akhirnya, ketika sebuah tes dijual dengan embel-embel bisa mengenal karakter secara cepat, terutama potensi atau bakat pada anak-anak, tes itu menjadi laku dengan cepat. Merambah pasar mereka yang membutuhkan pemahaman tentang diri atau anak secara cepat, tanpa menunggu lama.

Padahal tes sendiri dalam dunia psikologi hanyalah sebuah alat dalam menilai seseorang. Bersandingan dengan dua alat lain yang sejatinya lebih penting: wawancara dan pengamatan. Yes, tes tak bisa berdiri sendiri, dibutuhkan pengecekan ulang melalui hasil wawancara maupun pengamatan langsung terhadap mereka yang menjalani tes agar hasilnya bisa dipercaya sepenuhnya.

Itulah yang kadang kala membuat kami yang bergerak di bidang psikologi masih kurang pas ketika ada sebuah tes yang bisa secara instan dan cepat menyimpulkan karakter manusia apalagi kalau itu hanya menggunakan satu cara saja untuk mendapatkan datanya, rasanya selalu bertanya-tanya,”Kok bisa?”

Salah satu yang sering jadi kontroversi adalah tes sidik jari.

Kita semua tahu kalau sidik jari sendiri unik untuk setiap manusia, lalu bagaimana caranya sidik jari yang berbeda-beda itu bisa disimpulkan menjadi kepribadian tertentu lewat program komputer yang sudah dibuat?

Logika sederhananya seperti ini, ketika sebuah program dibuat, dia membutuhkan data. Yah, walau memang ada penelitian yang bilang sidik jari kita itu bisa dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan pola yang mirip, apakah memang bisa kita langsung mengaitkannya dengan pola kepribadian tertentu?

Dan ketika kita ingin mengelompokkan orang-orang tertentu berdasarkan tipe kepribadian itu, bukankah butuh data valid yang memang mengonfirmasi bahwa pemilik sidik jari dengan pola tertentu memiliki kecenderungan tipe kepribadian tertentu. Bukankah itu membutuhkan setidaknya ratusan atau ribuan data sehingga kita bisa mengelompokkannya dan bisa diterima secara statistik?

Misalnya kita ingin mengelompokkan orang-orang menjadi lima tipe kepribadian saja, jika pola sidik jari memiliki tiga jenis, maka dibutuhkan setidaknya lima belas kelompok sampel untuk bisa memenuhi semua kriteria. Masing-masing kelompok sendiri setidaknya terdiri dari tiga puluh orang sebagai syarat minimal jumlah orang dalam sampel. Maka, dibutuhkan minimal 450 sampel untuk mendapatkan data paling minimalnya saja.

Belum lagi untuk mengkonfirmasi kalau memang yang tipe kepribadian itu benar dimiliki seseorang, maka dibutuhkan penilaian profesional yang memang sangat memahami tipe kepribadian tertentu. Artinya prosesnya pun tidak semudah kita hanya menyebarkan angket. Melainkan ada sebuah proses serius untuk mendapatkan sebuah penilaian kepribadian yang akurat.

Secara logika, demikian keraguan itu hadir karena secara ilmiah hal ini sulit untuk dilakukan pembuktiannya dan membutuhkan data yang besar. Belum lagi kalau terjadi kesalahan sepanjang proses validasi itu, biayanya pun tidak murah.

Sebab, hal ini tidak bisa hanya menjadi sebuah hipotesis, tetapi harus bisa dibuktikan kebenarannya agar bisa menjadi alat tes yang akurat dan bisa dipercaya. Apalagi kalau ada yang mengatakan kalau dari satu sidik jari bisa mengetahui lebih banyak lagi variabelnya. Sebagai contoh tidak hanya mengetahui tipe kepribadian, tetapi juga gaya belajar, kondisi emosional, dan lainnya. Bukankah itu berarti membutuhkan banyak sekali data untuk bisa menyajikan data terolah seperti itu setelah dilakukan pemeriksaan sidik jari?

Sayangnya, berapa banyak yang bisa membuktikan ini? Apakah benar sebuah tes sidik jari bisa untuk mengejawantahkan kepribadian dan kondisi seseorang secara komprehensif? Padahal setiap orang itu unik dan berbeda. Apakah benar bisa dengan mudahnya disederhanakan hanya melalui satu tes sederhana itu?

Walau dikaitkan dengan bahasan bawaan dan tujuan penciptaan masing-masing manusia, apakah benar nasib atau kondisi seseorang bisa tertebak hanya dengan melihat sidik jarinya? Padahal kita tak pernah tahu bagaimana sesungguhnya Allah menciptakan diri kita, termasuk takdir di masa depan. Lalu, mengapa satu hal seperti ini langsung bisa membuat kita yakin bisa memahami diri dengan lebih baik?

Kita lanjut bahas di bawah ya.

Leave a comment